![]() |
Oleh : Ananda Nicola Pratama Mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum Unpam Serang Dosen Pengampu : Risky Amelia,S.H,M.H |
SERANG,- Sebagai mahasiswa hukum ,Saya melihat isu ini dari sudut pandang hukum internasional, terutama yang berkaitan dengan hukum humaniter.
Dalam konflik bersenjata, perlindungan terhadap fasilitas medis, tenaga kesehatan, dan pasien adalah prinsip fundamental yang diatur dalam Konvensi Jenewa 1949 dan protokol tambahannya. Tindakan pengusiran staf medis dari rumah sakit, apalagi dalam konteks krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional.
Tindakan yang disengaja untuk menyerang atau menghalangi pelayanan medis bagi korban perang dianggap sebagai kejahatan perang berdasarkan Statuta Roma 1998, yang mendasari pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Dalam kasus ini, jika benar terjadi pengusiran staf medis, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kemanusiaan yang dijunjung oleh masyarakat internasional.
Sebagai solusi, komunitas internasional harus menegakkan mekanisme pertanggungjawaban melalui penyelidikan independen. Lembaga seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat membentuk komisi pencari fakta untuk memastikan apakah tindakan tersebut memenuhi kriteria sebagai kejahatan perang. Selain itu, diplomasi internasional perlu dilibatkan untuk memastikan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan di zona konflik.
Sebagai mahasiswa hukum, Saya percaya bahwa penegakan hukum humaniter harus menjadi prioritas dalam situasi konflik seperti di Gaza. Tindakan yang melanggar prinsip-prinsip dasar ini tidak hanya menambah penderitaan warga sipil tetapi juga mencoreng nilai-nilai kemanusiaan global. Pihak-pihak yang bertanggung jawab harus diadili untuk mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa depan.