SERANG – Pada tanggal 26 Juli lalu, presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 tentang pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan. Salah satu poin dalam peraturan pemerintah tersebut adalah penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja.
Kebijakan tersebut tertuang PP nomor 28 pasal 103 ayat 4 yang meliputi :
a.deteksi dini penyakit atau skrining, b.pengobatan,
c.rehabilitasi,
d.konseling, dan
e. penyediaan alat kontrasepsi.
Tentu kebijakan ini menuai kontroversi dari berbagai pihak. Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Bima Guntara, S.H., M.H turut memberikan tanggapannya.
Isi di dalam PP 28/2024 ini sebetulnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, PP 28/2024 ini menunjukkan kepada publik adanya tumpang tindih atau disharmonisasi hukum, ujar Dosen Fakultas Hukum.
Dalam konteks penyebarannya alat kontrasepsi di masyarakat, undang-undang memberikan perlindungan pada anak. Dalam UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, maka salah satu bentuk perlindungan adalah yaitu anak wajib dilindungi dari pengaruh dan kejahatan seksual. Anak adalah orang yang berusia di bawah 18 tahun.
Ada ketentuan mempertunjukkan alat pencegah kehamilan dan alat pengguguran kandungan, di mana Pasal 408 UU Nomor 1 Tahun 2023 yang menentukan:
"Setiap Orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I"
Kemudian Pasal 409 KUHP baru, menentukan:
"Setiap Orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk menggugurkan kandungan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk menggugurkan kandungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II"
Didalam PP tersebut dalam Pasal 103 Ayat 4 Huruf E, Kata penyediaan seharusnya diganti dengan pengedukasian, Karena konteks yang ada di Pasal 103 ayat 1 itu berisi informasi atau edukasi, Jadi jangan pakai kata penyediaan
Harus ada perubahan redaksionalnya sehingga tidak multitafsir dalam pelaksanaannya, karena untuk mengedukasi jadi tidak perlu juga dengan penyediaan alat kontrasepsi
Kalau dilihat juga Pasal 103 ayat 4 huruf e bertentangan dengan pasal 98 PP ini juga, yaitu upaya kesehatan reproduksi dilaksanakan dengan menghormati nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
kata penyediaan alat kontrasepsi pada remaja usia sekolah terkesan membuka ruang bagi mereka untuk berzina, penafsiran seperti ini yang harus di hindari
Maka itu redaksional kata penyediaan seyogyanya harus dirubah.
Lebih jauh dari itu, perlu dipahami juga jangan sampai negara ini menjadi sekularisme (pemisahan agama dengan kehidupan), yakni agama tidak berhak mengatur kehidupan manusia. Salah satunya terlihat di dalam pasal PP tersebut. Maka, tidak heran banyak tindakan tak bermoral yang dilakukan rakyat dan penguasa. Menyedihkan,tutup bima.
(Red**